Jumat, 21 Januari 2011

ISLAH DALAM SENGKETA PERCERAIAN


Dalam beracara perdata di Pengadilan ( termasuk di Pengadilan Agama dalam semua jenis kasus ) harus dilewati dahulu tahap mediasi ( vide Perma MA no. 1 th 2008 ).
Proses perceraian, termasuk gugatan cerai ataupun permohonan cerai talak tidak terkecuali, harus melalui tahap mediasi. Sebagaimana disebutkan dalam Perma MA no. 1 th 2008, pasal 2 ayat 3 yang berbunyi:

Bagi mereka yang sudah pernah berurusan dengan perceraian maka masalah mediasi bukanlah barang baru tentunya. Yang patut dimengerti bahwa dalam mediasi ini perdamaian atau biasa disebut islah tidak dipaksakan harus terwujud, namun tergantung pada para pihak. Sehingga harap dibedakan antara perdamaian atau “ islah “ bila berhasil akan membuahkan akte perdamaian dengan “ mediasi “ yang mempunyai muara sama dengan perdamaian yaitu adanya akte perdamaian bila mediasiya berhasil.

Perbedaannya adalah bila mediasi merupakan tahap persidangan yang wajib diikuti menurut undang undang namun perdamaian adalah kesepekatan para pihak pencari kedilan sendiri dan tidak harus ada, dengan waktu dan acaranya adalah dalam semua tingkat pemeriksaan sampai dengan menjelang putusan dibacakan.

Sebenarnya apakah islah itu dan bagaimana dapat ditempuh dalam upaya penyelesaian sengketa perdata?

Karena merupakan kesepakatan para pihak pencari keadilan, maka islah biasanya didahului dengan loby para pihak ataupun para kuasa hukumnya ( para pengacara yang menjadi kuasa hukumnya ). Namun dimungkinkan juga oleh anjuran majelis hakim agar para pihak berdamai dalam mencari solusi perkara ataupun sengketanya.

Pedamaian dalam Sengketa Perceraian

Karena merupakan bagian dari sengketa perdata maka dalam mengupayakan adanya perdamaian dalam sengketa perceraian tentunya tidak lepas dari asas asas hukum dan acara perdata sepanjang tidak disimpangi karena sudah ada aturan undang undang tersendiri yang mengaturnya..

Perdamaian adalah merupakan kesepakatan para pihak yang bersengketa untuk menghentikan sengketanya di Pengadilan dengan cara damai dengan kondisi / syarat syrat yang disepakati

Nah karena berbicara masalah kesepakatan maka kita tidak dapat melepaskan diri dengan pasal 1320 BW, yang berbunyi:
 Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
 Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
 Suatu hal yang tertentu ( obyek perjanjian )
 Suatu sebab yag halal ( tidak melanggar undang undang )

Kalau kita berbicara dalam lingkup perdamaian di dalam acara sengketa di Peradilan Agama maka tentunya harus diperhatikan juga kaidah atapun aturan fiqih yang mengaturnya.

Pada pokoknya perdamaian itu adalah upaya menghentikan sengketa di Pengadilan ( perdata ) dengan cara damai, bisanya dengan beberapa kondisi diantaranya para pihak saling memberi dan menerima imbalan sesuatu dari lawan sengketanya baik dari hal yang disengketakan ataupun dari luar barang sengketanya, dan ingat harus tertulis karena nantinya akte perdamaian haruslah exutable (eksekusi harus dapat dilaksanakan ).