Rabu, 30 Juni 2010

MEMBELI UMUR

ANEKDOTE DI PENGADILAN AGAMA

Seraya menunggu panggilan dari kasir di Pengadilan Agama untuk mengambil putusan gugatan perceraian, saya bertanya kearah seorang anak gadis dsamping saya.

Kenapa ke Pengadilan Agama, apakah ingin mengajukan gugatan cerai? Lalu dijawab apa?

Yang mengejutkan jawabannya adalah bukan untuk mengajukan gugatan perceraian dia ke Pengadilan Agama ( memang di Pengadilan Agama bukan untuk mengurus perceraian saja, bisa juga untuk kasus wasiat, waris, hibah, dsb ) namun kedatangannya adalah untuk membeli umur

Diterangkannya lebih lanjut, karena perkenalannya dengan seorang pria lewat HP dan setelah menjalin cinta, kini mereka berdua akan melangsungkan pernikahan. Namun apa lacur umurnya baru menginjak 16 tahun, sehingga butuh ijin dari orang tua mempelai wanita.

Prosedrnya sih benar, HARUS ADA ijin orang tua mempelai wanita, surat keterangan kepala desa dan mungkin semua persyaratan administratip yang lain sudah dpenuhi, plus beaya sidang permohonannya .

Cuma yang patut disayangkan kenapa disebutnya dengan membeli umur

Memangnya umur dapat diperjual belikan?

Sabtu, 19 Juni 2010

Hakim Bermasalah (2)

Sumpah Jabatan

Dalam undang undang no.14 th 1970 atau lebih dkenal dengan Undang Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman pasal 29 disebutkan bahwa sebelum melakukan jabatannya seorang hakim wajib melakukan sumpah / janji menurut agamanya masing masing yang diantara isinya seperti berikut ini ( sekedar mengingatkan ):

- Saya bersumpah / menerangkan dengan sungguh sungguh bahwa saya untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau csra apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga.
- Saya bersumpah/ berjanji bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tiada sekali kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian.

Lain dibibir lain dihati

Namun apa yang sering kita lihat di media? Semuanya hanya fata morgana dan merugikan para pencari keadilan. Sehingga muncullah adagium dalam penegakan hukum di negeri tercinta ini bahwa harus tersedia dana senilai seekor kerbau bagi pencari keadilan bila ingin menemukan kembali seekor ayamnya yang telah hilang.

Mengapa semuanya harus terjadi ? Bukankah para penegak hukum sudah menjalankan sumpah jabatannya?

Sebagai filter terakhir bila semua penegakan hukum ( dari penyidik, advokad dan jaksa } sudah tak sanggup lagi menjalankan tugas dan wewenang jabatannya demi keadilan, maka hakim selaku institusi yang tidak ter-intervensi oleh institusi manapun termasuk lembaga eksekutip, hakim sebagai fiter keadilan terakhir, harus menegakkan keadilan.

Maka bila dia melanggar sumpah jabatannya namanya itu adalah lain dibibir ( kala mengucapkan sumpah ) lain pula dihati ( kala melaksanakan putusan ).

Rabu, 16 Juni 2010

HAKIM BERMASALAH ?

Dalam postingan yang lalu sudah diterangkan tiada seseorang dapat dihukum tanpa adanya aturan undang undang ( yang tertuls ) terlebih dahulu.

Di Indonesia aturan perundang undangan yang tertulis ( dalam konteks hukum pidana ) berada di KUHP dan dan ada yang tersebar diluar KUHP diantaranya Undang Undang Anti Korupsi, UU Anti Terorisme dan lain lain.

Hakim dan putuan yang amburadul

Saya sebut sebagai putusan yang amburadul karena dikemudian hari ternyata putusan itu adalah hasil rekayasa dengan para mafioso ( pelaku tindak per-mafia-an ) di pengadilan, sehingga merugikan rakyat dan negara dalam jumlah yang cukup banyak.

Masih ingat putusan terhadap pelaku mafia pajak di PN Tangerang? Ternyata putusan itu berbuntut panjang dengan adanya penonaktifan terhadap ketua Majelisnya. Meskipun belum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap, namun kini ketua majelisnya berstatus tersangka dan ditahan

Bagaimana undang undang memandang para pejabat yang "bermain" ini?

Dalam KUHP Bab XXVIII tentang kejahatan Jabatan pasal 418 disebutkan:

" Seoang pejabat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau sepatutnya harus diduganya, bahwa hadah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau menurut pikiran orang yang memberi hadiah itu janji itu ada hubungannya dengan jabatannya, diancam dengan pidana penjara palung lama enam bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah."

Kini bayak dimedia, baik cetak maupun elektronik, yang memberitakan sepertinya hakim menerima suap sudah biasa. Bagaimana semestinya? Mungkin karena dirasa tidak ataupun kurang mencerminkan keadilan dalam era penegakan hukum sekarang ini maka lahirlah undang undang tentang Penberantasan Korupsi, undang undang tentang Suap, undang undang Gratifikasi, yang kesemuanya ancaman hukumannya lebih berat.

Tunggu posting selanjutnya....

Sabtu, 12 Juni 2010

Saksi (3)

Saksi bodong

Bagaimana kalau kesaksian yang diberikan baik dalam persidangan ataupun BAP penyidik adalah palsu alias bodong? Pertama kita bedakan dulu saksi di BAP penyidik dan kesaksian dalam pemeriksaan di depan hakim dalam persidangan.

Dalam hukum baik pidana maupun perdata termasuk kasus tata usaha negara dan peradilan agama ( islam ) hanya dikenal seorang yang memberikan kesaksian dibawah sumpah, artinya baik kesaksian didepan hakim ataupun dihadapan penyidik yang dicatat dalam berita acara atau populernya BAP penyidik, yang mempunyai sanksi pidana hanyalah kesaksian dibawah sumpah.

Dalam KUHP pasal 242 disebutkan:

(1)
Barangsiapa dalam kadaan dimana undang undang menentukan supaya memberikan keterangan diatas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberikan keterangan palsu diatas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2)
Jika keterangan palsu diatas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Nah berhati hatilah dengan kesaksian karena selain dilindungi namun ada sanksinya juga, yaitu jangan memberikan kesaksian palsu alias jangan menjadi saksi bodong karena ada ancaman hukumannya. Lama sekali ancaman hukumannya tidak kurang dari hukuman penjara tujuh tahun. Lama kan?

Kembali pada bahasan 10 perintah Allah, " jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu "
Untuk memberikan kesaksian bodong, pikir dulu karena selain memperoleh ancaman diakherat kelak namun didunia ini ada sanksi hukumnya yaitu ancaman kurungan penjara selama tujuh tahun..

Saksi (2 )

Resiko seorang saksi

Kita maklumi bahwa terkadang menjadi saksi mempunyai resiko yang tinggi, artinya akan membawa akibat buruk bagi saksi itu sendiri.

Namun hendaknya dimaklumi bahwa mungkin tanpa kesaksian kita kasus akan menjadi semakin rumit dan bahkan mempunyai efek yang amat merugikan kepada saksi korban ataupun memuat martabat seseorang menjadi terpuruk dan fitnah terus menghinggapi pada pribadi seseorang, bahlan terhadap institusi.

Untuk menampung itu semua undang undang mengaturnya, siapa siapa yang dapat mengundurkan diri menjad saksi, ataupun menolak menjadi saksi.

Namun bagi saksi yang dibutuhkan sekali justru undang undang memberikan keselamatan terhadap saksi itu, yang biasa disebut dengan undang undang perlindungan terhadap saksi. Lihat undang undang perlindungan terhadap saksi dan korban disini

Mengapa sampai diatur dalam perundang-undangan ? Karena dikhawatirkan apabila terungkap dengan jelas dan transparan keterlibatan pelaku tindak kriminal, maka mengakibatkan pelaku akan terusik bahkan terancam dipidana.

Itulah salah satu sebab mengapa seseorang enggan menjadi saksi, karena terkadang dapat beresiko tinggi.

Sebagaian besar advokad, polisi dan jaksa pernah mengalaminya, bagaimana sulitnya menghadirkan saksi kunci dalam suatu perkara.

Tunggu posting selanjutnya

Jumat, 11 Juni 2010

Saksi

Diantara 10 perintah Allah baik yang dinukilkan dalam al Qur`an, Injil dan bahkan Taurat adalah " tidak boleh berdusta "

Perhatikan sabda Nabi Muhammad saw dibawah ini:

Daripada Abi Bakrah r.a. katanya, Rasulullah s.a.w. bersabda: Mahukah kamu semua jika aku beritahukan tentang sebesar-besar dosa besar? Kami menjawab: Sudah tentu (kami mahu) wahai Rasulullah. Baginda bersabda: Menyekutukan (syirik) Allah dan menderhakai kedua ibu bapa dan sumpah palsu. Pada masa itu baginda sedang bersandar lalu baginda duduk dan bersabda: Ingatlah (juga dosa yang sangat besar ialah) perkataan palsu dan sumpah palsu. Baginda tidak henti-henti mengulanginya sehinggalah kami berkata: Alangkah baik kalau baginda berhenti (diam dan tidak mengulanginya lagi).

Demikian juga yang tidak berbeda dengan firman Allah dalam al Qur`an :

" Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. " [ Surah al-Haj ayat 30 ]

Musa as sebagaimana dinukilkan dalam " Kesepuluh Perintah Tuhan " itu tercantum dalam Syemot pasal 20 ayat 2-17: yang bunyinya:
20:16 --> Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.

Rupanya larangan ini sudah menjadi universal, karena teradopsi dalam hukum dibeberapa negara, tidak terkecuali dinegara diktator sekalipun.

Enggan menjadi saksi

Enggan menjadi saksi terkadang menjengkelkan. Pencari keadilan dapat menjadi frustasi untuk mendapatkan kebenaran. Semisalnya kita mendapatkan kecelakaan dijalanan, dan hanya seorang pejalan kaki yang tahu persis bagaimana kecelakaan tabrak lari itu terjadi. Kalau pejalan kaki itu tidak mau bersaksi maka jangan diharap ada sanksi terhadap pelaku tabrak lari, dan ini akan merugikan sekali terhadap korban. Dapat juga berakibat fatal - catat seumur hidup atau bahkan meninggal dunia. Tragis memang dan pelaku pelanggaran bebas tidak mendapatkan sanksi hukum sama sekali.

Demikian pula terhadap kasus lain - tidak terkecali kasus pidana, perdata, ataupun tata usaha negara. Bagaimana dengan kasus perceraian?

Dalam hukum islam, dapat dilihat dalam surat 4:135 ( an Nisa:135 ) difirmankan jangan enggan bersaksi, yang lengkapnya penggalan ayatnya adalah sebagai berikut: "--- Dan jika kamu memutarbalikkan ( kata-kata ) atau enggan menjadi saksi, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan ".

Suami isteri dapat rukun kembali ataupun terjadi perceraian dalam rumah tangganya, semua bergantung pada para saksi yang diajukan para pihak dalam berperkara.