Senin, 02 Juni 2008

azas legalitas

Asas Legalitas

Kalimat pertama dalam KUHP berupa irah-irah yang tentunya wajib diikuti oleh para hakim dan penuntut umum berbunyi:

“ Suatu perbuatan tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada. “ Biasanya dinamai Azas Legalitas.

Inilah azas dalam pelaksanaan pidana di Indonesia, yang diadopsi dari rekomendasi regulasi hak asasi manusia, yang populer diucapkan dengan “ nullum delictum nulla poena sine praevia lege “ ( dalam bahasa Indonesia berbunyi - tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dulu. )

Pertama sekai kalimat ini diperkenalkan oleh sajana hukum Jerman bernama von Feuerbach. Memang nampaknya sederhana apa yang disampaikan von Feuerbach , akan tetapi marilah kita cuplik sedikit dari UU no. 39 th 1999 atau lebih dikenal dengan Undang-Undang Hak Asasi Manusia pasal 16 ayat 2 yang berbunyi: “ Setiap orang tidak boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum tindak pidana itu dilakukan. “

Kalu kita cermati maka ada beberapa hal yang dikategorikan seseorang dapat dipidana menurut azas legalitas:

1. tidak boleh dituntut untuk dihukum
2. ataupun dijatuhi pidana
3. adanya aturan perundang-undangan yang sudah ada
4. tidak berlaku surut.

Namun bagaimana bila itu dilanggar oleh hakim ataupun penuntut umum?

Rasanya sulit dalam sistem hukum kita meskipun ada Komisi Yudisial dan Komisi Pengawas Kejaksaan.

Prosesnya dan realitasnya sulit diaplikasikan dilapangan.

Catatan ini dibuat karena saya sendiri mendapati kasus sebagaimana disebutkan diatas dan nyatanya budaya ewuh pakewuh ( langgam pergaulan dalam tatanan suku Jawa yang berarti “ penuh toleransi dan menjaga silaturahmi lintas korps “ ) masih menyelubungi para penegak hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar dan kritik membangu anda.

Thank` a lot with your comment.