Kamis, 07 April 2011

PERLINDUNGAN ANAK ( 2)


Dalam posting di blog saya yang lain dengan judul Poor Family And The Neglected Children (1) juga, pernah saya nukilkan:
--- “Fakir miskin dan anak anak yang terlantar dipelihara oleh Negara,-- “ demikianlah bunyi undang undang dasar `45 versi lama, maksudnya sebelum ada amandemen dari MPR yang dicantumkan dalam pasal 34.


Nah, dalam versinya yang terbaru dalam amandemen terhadap undang undang dasar NKRI th 2002 kemudian tercantum dalam pasal 34 bab XIV perihal Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial berbuyi:
(1) Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara
(2) Negara mengembangkan system jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang undang.

Undang undangnya sudah banyak berubah dan komprehensif. Namun bagaimana dengan aplikasi dilapangan?

Akhir akhir ini banyak rumor di masarakat bahwa pengemis itu sebenarnya jauh lebih kaya dari pemberi dermanya.

Barusan tamu saya yang mempunyai kios ditepi pasar menceritakan bahwa tempatnya sering menjadi tempat istirahat para pengamen dan pegemis dikotaya. Hampir semua mereka berpenghasilan cukup dan putera puteranya berpendidikan layak malah terkadang mereka masih mempunyai hewan ternak ( sapi dsb ) ataupun sawah yang lumayan luasnya.

Nah kalau sudah begini siapa yang salah? Rupanya hadist Nabi yang mengatakan “ tangan diatas ( maksudnya yang memberi sedekah) lebih mulia dari tangan yang dibawah ( yang minta sedekah ) “ tidak dihayati maknanya. Sekali lagi ini adalah masalah moral dan religi.

FAKTOR KEMISKINAN

Merebaknya kemiskinan dinegeri ini oleh beberapa kalangan dijadikan pembenar untuk membengkaknya jumlah anak jalanan di kota . Namun bagi pemerintah disebutkan factor kemiskian bukanlah penyebab utama meningkatnya anak jalanan, sebagaimana disampaikan oleh Menko Kesra:

“ Sejumlah kajian menyebutkan munculnya masalah anak jalanan ini, sangat terkait dengan faktor kemiskinan. Selain itu akibat kehidupan keluarga yang berantakan (orang tua cerai) dan juga adanya kemalasan dan kurang bertanggung jawab orang tua terhadap keluarga. Badan Pusat Statitik memperlihatkan tahun 2006 jumlah anak Indonesia (usia 1-18 tahun) sebanyak 79,8 juta. Dari jumlah tersebut yang masuk kategori terlantar dan hampir terlantar mencapai 17,6 juta atau 22,14 persen.

Agung mempertanyakan, dari peningkatan jumlah anak terlantar sebanyak itu ternyata tidak berbanding lurus dengan angka kemiskinan yang terus berkurang. BPS justru mencatat angka kemiskinan tahun 2009 turun menjadi 32 juta dari sebelumnya 37 juta tahun 2007. “Dari data ini jelas, kemiskinan bukan faktor dominan munculnya anak jalanan,” katanya.

“Kita berharap dengan membagi bersama kalangan swasta, lembaga-lembaga sosial masyarakat termasuk organisasi keagamaan dan lembaga-lembaga relawan masyarakat, diharapkan jumlah anak jalanan ini semakin berkurang,” kata mantan Ketua DPR-RI ini. “
Tak kalah dalam berkometar tentang anak jalanan maka Mensos menyatakan bahwa anak jalanan denga babarapa jurus dan program diagendakan akan tidak terlihat lagi pada tahun 2011 ini, sebagimana dinyatakan dibawah ini:

Pemerintah Pusat mentargetkan tahun 2014 Indonesia terbebas dari anak jalanan. Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri menyatakan untuk mendukung program ini, Kementrian Sosial meluncurkan tabungan bagi anak jalanan. Jumlah anak jalanan di Indonesia mencapai 230-an ribu orang.

“Tabungan yang kita sudah salurkan itu sudah mendekati 2 ribu untuk anak jalanan di Jakarta. Apa yang disebutkan di tabungan tersebut, yaitu uang untuk anak dan kebutuhan anak sekitar Rp1, 440 juta setahun. Jadi gak banyak, seperti uang jajan dia, nutrisi, seluruh kebutuhan anak di situ. Tapi dengan catatan kita beritahu pada orang tunya kalau sampai menyuruh anak ke jalanan ini kita ambil. Kita sudah membuat MoU dengan tujuh kementrian untuk bersama-sama bagaimana anak-anak ini diselamatkan dari jalanan. Jadi mereka harus sekolah, harus memiliki cita-cita, harus diupayakan mereka mampu meraih cita-citanya. Itu harus kembali ke lembaga pendidikan, ke sekolah. Hak-hak mereka harus dipenuhi seperti kesehatan mereka mendapatkan perlindungan tumbuh kembang yang sehat juga ini harus kita wujudkan ke mere-mereka tersebut juga.”.


Ketua Forum Komunikasi Rumah Singgah DKI Jakarta Agusman menyebutkan, 90 persen anak jalanan bersumber pada kemiskinan, sedangkan sisanya karena sebab lain, seperti keretakan rumah tangga atau kenakalan remaja.

Kini sudah masuk ketriwulan pertama tahun 2011. Banyak harapan disandarkan terhadap pernyataan pemerintah untuk eksistensi anak jalanan tahun ini. Namun saya menengarai bahwa pelaku anak jalanan rupanya enyoi dengan keadaan mereka.

Sebagai perbandingan dalam sebuah percakapan saya dengan seorang pengamen kecil mengatakan pendapatan mereka minimal seharinya berkisar antara Rp. 40.000 s/d Rp50.000,- Yang “bekerja “ dibus dengan menyanyikan lagu memperoleh lebih. Namun untuk seorang buruh tani disawah dengan berkeringat seharian hanya memperoleh Rp. 40.000,- plus makan siang.

Memperkerjakan para gepeng memang peluang pasar. Sehingga tidak heran bila ada investor yang masuk dengan mendanai mereka dan mengorganisirnya untuk mendapatkan profit. Dan memang profitable pekuang pasar ini. Tapi patutkah?

Pertanyaannya adalah bagaimana dengan implementasi pasal 34 uud kita yang telah memperoleh amandemen? Semoga niat pemerintah menjadi realita dinegeri tercinta ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar dan kritik membangu anda.

Thank` a lot with your comment.